Header Ads Widget

Header Ads

Ticker

6/recent/ticker-posts

Menag Yaqut Samakan Adzan dengan Gonggongan Anjing?



Dangdutinaja.com | Jakarta - Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menerbitkan surat edaran yang mengatur penggunaan pengeras suara atau toa di masjid dan musala.

Aturan ini diterbitkan salah satunya untuk meningkatkan ketentraman, ketertiban, dan keharmonisan antarwarga.

Adapun aturan ini tertuang dalam Surat Edaran Menteri Agama No. SE 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.

Menag Yaqut menilai penggunaan pengeras suara di masjid dan musala merupakan kebutuhan bagi umat Islam sebagai salah satu media syiar Islam di tengah masyarakat.

Namun, disaat yang bersamaan, masyarakat Indonesia juga beragam latar belakang, baik agama, keyakinan, dan lainnya, sehingga diperlukan upaya untuk merawat persaudaraan dan harmoni sosial.

"Rumah ibadah saudara muslim kita bila menyalakan toa sehari lima kali dengan kenceng-kenceng secara bersamaan itu rasanya gimana, yang paling sederhana lagi, tetangga kita ini kalo kita hidup dalam satu komplek misalnya, kiri kanan depan belakang piara anjing semua misalnya, menggonggong dalam waktu bersamaan kira-kira kita terganggu ga, artinya apa, ya suara suara, suara ini, apapun suara itu ya, ini harus kita atur, supaya tidak menjadi gangguan. Speaker mushala, di masjid monggo dipake, silahkan dipake, tapi tolong diatur agar tidak ada yang merasa terganggu, agar niat menggunakan toa menggunakan speaker sebagai sarana sebagai washilah untuk siar melaksanakan siar tetap bisa dilaksanakan tanpa harus mengganggu mereka yang mungkin tidak sama dengan keyakinan kita, berbeda keyakinan harus tetap kita hargai, itu aja intinya," jelas Yaqut.

“Pedoman diterbitkan sebagai upaya meningkatkan ketenteraman, ketertiban, dan keharmonisan antar warga masyarakat,” kata Menag Yaqut dalam keterangan tertulis, Senin (21/02/2022).

Surat edaran itu terbit pada 18 Februari 2022, ditujukan kepada Kepala Kanwil Kemenag Provinsi, Kepala Kantor Kemenag kabupaten/kota, Kepala Kantor Urusan Agama kecamatan, Ketua Majelis Ulama Indonesia, Ketua Dewan Masjid Indonesia, Pimpinan Organisasi Kemasyarakatan Islam, dan Takmir/Pengurus Masjid dan Musala di seluruh Indonesia. Sebagai tembusan, edaran ini juga ditujukan kepada seluruh Gubernur dan Bupati/Wali Kota di seluruh Indonesia.

“Pedoman ini agar menjadi pedoman dalam penggunaan pengeras suara di masjid dan musala bagi pengelola (takmir) masjid dan musala dan pihak terkait lainnya,” tutur Yaqut.

Berikut ini ketentuan dalam Surat Edaran Menteri Agama tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala:

Umum

a. Pengeras suara terdiri atas pengeras suara dalam dan luar. Pengeras suara dalam merupakan perangkat pengeras suara yang difungsikan/diarahkan ke dalam ruangan masjid/musala. Sedangkan pengeras suara luar difungsikan/diarahkan keluar ruangan masjid/musala.

b. Penggunaan pengeras suara pada masjid/musala mempunyai tujuan:

1) mengingatkan kepada masyarakat melalui pengajian AlQur’an, selawat atas Nabi, dan suara azan sebagai tanda masuknya waktu salat fardu;

2) menyampaikan suara muazin kepada jemaah ketika azan, suara imam kepada makmum ketika salat berjemaah, atau suara khatib dan penceramah kepada jemaah; dan

3) menyampaikan dakwah kepada masyarakat secara luas baik di dalam maupun di luar masjid/musala.

Pemasangan dan Penggunaan Pengeras Suara

a. pemasangan pengeras suara dipisahkan antara pengeras suara yang difungsikan ke luar dengan pengeras suara yang difungsikan ke dalam masjid/musala;

b. untuk mendapatkan hasil suara yang optimal, hendaknya dilakukan pengaturan akustik yang baik;

c. volume pengeras suara diatur sesuai dengan kebutuhan, dan paling besar 100 dB (seratus desibel); dan

d. dalam hal penggunaan pengeras suara dengan pemutaran rekaman, hendaknya memperhatikan kualitas rekaman, waktu, dan bacaan akhir ayat, selawat/tarhim.

Tata Cara Penggunaan Pengeras Suara

a. Waktu Salat:

1) Subuh:

a) sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur’an atau selawat/tarhim dapat menggunakan Pengeras Suara Luar dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) menit; dan

b) pelaksanaan salat Subuh, zikir, doa, dan kuliah Subuh menggunakan Pengeras Suara Dalam.

2) Zuhur, Asar, Magrib, dan Isya:

a) sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur’an atau selawat/tarhim dapat menggunakan Pengeras Suara Luar dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) menit; dan

b) sesudah azan dikumandangkan, yang digunakan Pengeras Suara Dalam.

3) Jum’at

a) sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur’an atau selawat/tarhim dapat menggunakan Pengeras Suara Luar dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) menit; dan

b) penyampaian pengumuman mengenai petugas Jum’at, hasil infak sedekah, pelaksanaan Khutbah Jum’at, Salat, zikir, dan doa, menggunakan Pengeras Suara Dalam.

b. Pengumandangan azan menggunakan Pengeras Suara Luar.

c. Kegiatan Syiar Ramadan, gema takbir Idul Fitri, Idul Adha, dan Upacara Hari Besar Islam:

1) penggunaan pengeras suara di bulan Ramadan baik dalam pelaksanaan Salat Tarawih, ceramah/kajian Ramadan, dan tadarrus Al-Qur’an menggunakan Pengeras Suara Dalam;

2) takbir pada tanggal 1 Syawal/10 Zulhijjah di masjid/musala dapat dilakukan dengan menggunakan Pengeras Suara Luar sampai dengan pukul 22.00 waktu setempat dan dapat dilanjutkan dengan Pengeras Suara Dalam.

3) pelaksanaan Salat Idul Fitri dan Idul Adha dapat dilakukan dengan menggunakan Pengeras Suara Luar;

4) takbir Idul Adha di hari Tasyrik pada tanggal 11 sampai dengan 13 Zulhijjah dapat dikumandangkan setelah pelaksanaan Salat Rawatib secara berturut-turut dengan menggunakan Pengeras Suara Dalam; dan

5) Upacara Peringatan Hari Besar Islam atau pengajian menggunakan Pengeras Suara Dalam, kecuali apabila pengunjung tablig melimpah ke luar arena masjid/musala dapat menggunakan Pengeras Suara Luar.

Suara yang dipancarkan melalui Pengeras Suara perlu diperhatikan kualitas dan kelayakannya

Suara yang disiarkan memenuhi persyaratan:

a. bagus atau tidak sumbang; dan

b. pelafazan secara baik dan benar.

Pembinaan dan Pengawasan

a. pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Surat Edaran ini menjadi tanggung jawab Kementerian Agama secara berjenjang.

b. Kementerian Agama dapat bekerja sama dengan Pemerintah Daerah dan Organisasi Kemasyarakatan Islam dalam pembinaan dan pengawasan.






Posting Komentar

0 Komentar